Saya geli sendiri baca judulnya, seperti judul skripsi atau proposal apalah – saya bingung.
Tapi dari judul di atas pasti tahu kan apa yang akan saya bahas, jadi ceritanya awal tahun 2018 lalu tepatnya bulan Februari, saya mulai membaca buku lagi.
Setelah 3 tahun , sejak menikah ( th 2014 ) saya enggan sekali membuka atau membaca , lebih banyak main gadget, nonton televisi dan ghibah – upss!.
Baca juga : Memilih Buku Untuk Balita
Saya kurang tahu kenapa minat baca saya tiba-tiba turun saat itu, buka buku saja malas, apalagi buat membacanya sampai selesai, padahal, saya ini kutu buku- Eeergh..melabeli diri sendiri.
Menyukai Untuk Pertama Kali
Ok, saya hanya penikmat buku, dari kecil, sejak mulai bisa mengeja, saya sudah akrab dengan yang namanya membaca, semua dieja, semua dibaca, termasuk potongan koran bekas nasi bungkus yang lecek bentuknya.
Kalau ditawarin “ mau hadiah apa? “ pasti jawabnya “ bawa jalan jalan saja ke Gramedia pak “.
Dan hal yang membahagiakan lagi, ketika masih bersekolah dasar, adalah ketika bapak menenteng pulang sebuah majalah BOBO, yang beliau beli di loper koran emperan toko.
Duh, kangennya BOBO yang dahulu, salah satu sampulnya yang saya ingat sampai sekarang bergambar Bona yang membentuk belalainya seperti contong es krim dan Rong-Rong yang terkesima di sampingnya – ada yang kangen Putri Nirmala, Oki, Asta, Rong-Rong, Bona dll, cung!
Sebelum mengenal BOBO, majalah pertama kali yang saya kenal adalah TEMPO-majalah langganan bapak- karena hanya itu majalah yang ada di rumah, saya suka membuka untuk mengejanya atau sekedar melihat gambarnya, walau gak banyak paham tentang isinya.
Baca juga : Pengalaman Naik Pesawat Dengan BAlita 10 Bulan
Ya baca saja.
Ada satu artikel majalah TEMPO yang masih saya ingat, tentang hidup keberagaman, di situ dibahas tentang kehidupan sebuah agama di suatu negara, jadi ibadah mereka perpaduan antara agama minoritas dan agama mayoritas di Indonesia, dari situ saya tahu, bahwa agama di dunia ini tak hanya ada 6 saja, tapi sangat beragam.
Jika bosan dengan majalah-majalah, saya mulai merambah membuka buku-buku pribadi kepunyaan bapak, sekedar hanya untuk dibuka-buka saja, saya ingat ada satu buku lama, tebal dan padat seperti kamus, tapi uniknya, buku tersebut terasa ringan di tangan, hampir terasa, seperti membawa beberapa lembar kertas hvs putih.
Kesukaan terhadap membaca pernah membuat saya celaka, karena ceroboh, saya pernah jatuh karena berpijak pada meja kaca tipis hanya untuk mengambil tumpukan majalah milik bapak di atas bufet, kaki saya robek tangan saya terberet.
Mungkin karena kasihan, akhirnya bapak membelikan saya majalah yang sesuai dengan usia saya, BOBO.
Dari majalah BOBO, saya mulai bertahap mengenal buku-buku bacaan lainnya, seperti komik, buku cerita bergambar, semakin meningkat usia, buku dengan sedikit ilustrasi di dalamnya atau hanya berisi tulisan saja,jadi menarik buat saya.
Satu buku yang mengantar saya untuk membaca buku sejenis novel adalah karya Pramoedya Ananta Toer – Layar Terkembang- buku ini saya baca ketika SMP, atas ‘paksa’ an guru bahasa sebagai tugas merangkum cerita dan ternyata menarik juga isinya.
Ketika tidur, buku bacaan jenis apapun yang menurut saya menarik, selalu dibawa serta sebagai pengiring tidur, walaupun dengan pencahayaan yang remang serta anjuran orangtua agar tidak membaca sambil tiduran selalu saya abaikan, mungkin itulah salah satu penyebab saya berkacamata, sampai sekarang dan tak bernah berkurang.
Kesukaan terhadap buku berlanjut sampai kuliah hingga bekerja.
Baca juga : Mengenalkan Buku Pada Balita
Saya ingat ada satu box besar berisi berbagai macam buku hasil dari kesumpekan di kos, kalau sudah begitu pelarian selanjutnya adalah toko buku, aroma buku baru seperti penyembuh bagi saya, yang bisa menenangkan luka – ceilah..!!
Agar tidak kusut atau kotor, buku yang sudah dibeli saya sampul rapi, membukanya pun dengan hati-hati, pokoknya disayang sekali.
Sampai pada akhirnya saya menikah dan tiba-tiba kehilangan hasrat untuk membaca, kegiatan lebih banyak main game, nonton tv, kepo sosmed dan seputar kegiatan ibu rumah tangga.
Ya begitulah, kurang berfaedah.
Sampai pada Februari 2018 lalu, saya mencoba melakukan perjalanan, pulang, tanpa ditemani pak suami, berdua saja bareng si bocah.
Baca juga : Pengalaman Naik Pesawat Dengan Balita 2,5 tahun
Pulang ke rumah kelahiran, kota besar yang sering padam, tidak terlalu banyak hiburan, namun tetap nyaman, Kota Balikpapan.
Saat itu kebetulan ada pemadaman bergilir, batere gadget habis, bocah juga asik bermain dengan utinya dan saya plonga-plongo sendirian dalam kamar, ketika tidak ada yang dikerjakan, saya berjalan mondar-mandir melewati tumpukan buku yang berjajar di rak kecil sudut ruang.
Bosan dan ingin mencari kesibukan, akhirnya saya hampiri tumpukan buku tersebut, kangen juga sama buku-buku ini, ada komik, novel, buku motivasi, album filateli, fotografi, beberapa majalah remaja dan buku-buku materi perkuliahan – Astaga ini kok ada buku perpustakaan jaman SMP- DOOH!.
Buku dan majalah yang berjejer di rak tersebut sebagian hasil dari dibelikan bapak, hadiah dan sebagian lagi dari menyisihkan uang kuliah dan gaji selama kerja di perusahaan media, saya lalu mengambil beberapa buku tipis yang sudah berubah warna, Lupus.
Buku Lupus ini sempat jadi favorite ketika masih SMP, saya bisa terbahak dan senyum sendiri, walaupun sudah berulang kali baca ceritanya.
Mungkin karena rindu, akhirnya jadi candu, saya ambil beberapa buah buku dan mulai membacanya tanpa ragu, tak terasa 5 buku sudah saya selesaikan dalam waktu beberapa minggu.
Luar biasa, saya kagum sendiri dengan kemampuan saya yang sempat redup dan gak pernah saya resolusikan di tahun-tahun lalu.
Berikut beberapa buku lama yang saya baca, kesan dan sedikit review buku tersebut saya storikan di Instagram
- Rahasia Sunyi – Brahmanto Anindito
- Satin Merah – Brahmanto Anindito dan Rie Yanti
- Dilan dan Milea – Pidi Baiq
- Anak Kos Dodol – Dewi Dedew Rika
- Begu Ganjang – Ferdiriva Hamzah
Sepulangnya dari rumah orangtua, saya pun mulai menekadkan hati untuk membaca buku lagi, kali ini sudah ada 3 buku yang saya tamatkan di bulan April lalu – membacanya, benar membuat saya candu.
Turunnya Minat Baca
Apa mungkin, hasrat membaca buku meredup karena kesibukan,kenyamanan dan terlalu banyak hiburan yang menyenangkan di perantauan, menikah th 2014, saya pindah ke Surabaya, memulai kesibukan baru sebagai ibu rumah tangga, kenyamanan baru sebagai wife dan tersedianya wifi gratis di rumah dengan aliran listrik nonstop hampir tanpa jeda.
Berbeda dengan di Balikpapan, sebuah kota besar di Kalimantan yang selalu akan menunggu giliran untuk dilakukan pemadaman.
Dari pengalaman di atas, saya berpendapat bahwa, penyebab turunnya minat baca khususnya baggi IRT, adalah :
- Pesatnya perkembangan teknologi, baik permainan ( game ), tayangan TV dan gadget yang membuaikan menawarkan segala informasi instan.
- Jaringan internet dan listrik yang lancar.
Berselancar di dunia maya bisa berlama-lama. memang internet bisa juga dikatakan sebagai salah satu sarana membaca, tapi sayangnya tidak hanya tulisan saja, hal –hal visual lainnya yang tidak ada hubungannya juga ada, sehingga membuat kurang fokus. - Waktu luang yang minim,
Ketika kita hidup mandiri dan memutuskan menjadi fulltime sebagai IRT, banyak kegiatan baru yang harus kita kerjakan, mengurus rumah atau bisa saja mencari tambahan pemasukan, sehingga waktu luang untuk memanjakan diri sendiri hampir tidak ada - Tidak ada sarana membaca buku,
Setelah menikah dan pindah ke luar kota, semua buku-buku saya tinggal di rumah,sebagian buku punya suami juga tersimpan rapi dalam kerdus yang bertumpuk-tumpuk, lingkungan baru saya pun tidak ada perpustakaan atau orang yang suka membaca. - Rasa malas.
Saya membiarkan rasa malas merajalela, sehingga membuat saya kurang produktif.
Lalu bagaimana meningkatkan minat baca untuk ibu rumah tangga
- Beli dan bacalah beberapa buku yang cocok.
- Letakan buku-buku tersebut di tempat yang menarik dan terlihat
- Jauhkan gadget, televisi dan hiburan lainnya
- Beri waktu luang untuk diri kita sendiri.
- Cari komunitas buku agar tertular semangat membaca
- Minta dukungan orang sekitar, mintalah orang tersebut untuk mendengar cerita / berdiskusi ketika selesai membaca buku atau bisa juga minta orang tersebut untuk ‘memaksa’ kita membaca.
- Jika bepergian, usahakan membawa 1 buku yang sesuai, karena menurut saya salah satu penyelamat dari sebuah kebosanan dalam perjalanan, ketika susah sinyal, batere habis dan tidak ada yang diajak berbicara lagi, buku bisa jadi penyelamat untuk membuat kita terus berpikir – gak plonga plongo.
Baca juga : Amankah Mengajak Anak Bermain di Playground
Buku BIasa VS Buku Digital
Saya lebih suka membaca buku biasa, dibanding dengan buku digital, alasannya karena lebih menyamankan mata yang sudah lelah menatap layar gadget, plusnya buku biasa lebih awet, karena gak perlu colokan buat nge-charge, selain itu bentuk fisik buku dengan tektur kulit sampul serta lembar isinya menimbulkan perasaan tersendiri dibanding buku digital.
” Semakin banyak kita membaca buku, maka semakin banyak yang ingin kita keluarkan dari pikiran juga hati kita ” – Fiersa Besari
Bagaimana dengan kalian, apakah masih suka membaca buku ? atau punya cara lain untuk meningkatkan minat membaca?
Terimakasih , semoga bermanfaat.