Bullying Di Sekolah TK 2

Sekolah TK

Lanjutan cerita kemarin, bullying di sekolah TK part 1, saya sempat terkejut ada kata-kata bully yang terucap dari kedua anak tersebut. Padahal dari awal saya bertanya kepada mereka, tidak ada sama sekali keluar dari mulut saya kata bully.

Saya lanjut bertanya kembali, kebetulan di sana ada salah satu bunda ( guru) yang mendampingi anak tersebut.

Saya : “ Apa Emil mengganggu kamu ?”  

DA  menjawab dengan suara pelan  “enggak”

“ Apakah Emil memukul kamu?”  DA menjawab lagi “ enggak, tapi PA yang ngajak, itu Emil bully bully bully ”

PA menimpali “ dia yang ngajak bully Emil bully Emil”

Makin terkejutlah saya. kemarin kata itu terucap sekarang terucap lagi. Pada akhirnya ya saya hanya berpesan saja kepada mereka, untuk tidak saling mengganggu dan bermaafan.

Ya sudah saya pulang dengan harapan hal tersebut bisa berhasil.

Lapor Ke Sekolah

Karena merasa belum puas, dan masih terus berlanjut ( kejadian berbeda ) , gak hanya ke anak saya saja. Akhirnya saya putuskan untuk menghadap ke kepala sekolah, berharap beliau mempunyai kebijaksanaan terhadap kasus yang dialami Emil. Apalagi dapat informasi bahwa sikap anak tersebut juga sempat menggangu kawan sebelumnya. Sebut saja AL, CL dan RH

Sebagai informasi DA dan  PA ini adalah murid tinggal kelas di TK B karena belum cukup syarat untuk lanjut ke jenjang SD, sehingga ketika kawan lainnya –  termasuk AL, CL dan RH sudah masuk SD, DA serta AP tinggal kelas dan bertemulah dengan anak-anak TK A termasuk Emil.

Saya juga mendapat informasi baru lagi dari kawan Emil sebut saja AA, yang cerita ke mamanya bahwa anak saya masih dipukul di kelas oleh anak itu. Sayang voice note tersebut sepertinya tidak saya simpan.

Orang tua AA juga pernah bercerita anaknya pernah juga diganggu, hingga dia harus maju mengancam anak tersebut DA dan PA sedikit keras.

Selain informasi dari AA ada juga AS yang mengkonfirmasi cerita,  memang benar Emil sempat ditarik kakinya hingga nggeblak di lantai, oleh anak yang sama.

bullying di sekolah
WA walimurid teman sekelas

Sebetulnya pelaku utama dari awal adalah DA sedangkan PA hanya sebagai pengikut saja,mengikut yang lebih kuat pengaruhnya, menurut saya.

Berdasar cerita tersebut, dan merasa belum puas dengan tindakan para bunda ( guru ), dengan penuh kepercayaan dan harapan  saya maju menghadap kepala sekolah. Masuk kedalam ruangan kepsek pun saya tidak dengan marah-marah karena memang niat saya ingin bercerita, khususnya terhadap kasus yang dialami anak saya.

Awal mula saya diterima dengan baik, Kepsek berusaha mendengarkan namun belum di tengah cerita kalimat saya dipotong

Saya :  “ …di sini saya melihat Emil diganggu jadi saya khawatir Emil merasa tidak nyaman ke sekolah…”

Kepsek : “ sebentar..sebentar..saya panggilkan Bunda ZA ya sebagai wali kelas emil..”

Kepsek meninggalkan saya di dalam ruangan sendirian. Dari dalam ruangan saya jelas mendengar bahwa ada obrolan antara kepsek dan bunda ZA begini

Kepsek : “ Bund ini ada wali murid datang laporan anaknya diganggu “

Dalam hati saya : “ lho kan saya belum selesai bercerita..”

Kejadian selanjutnya mereka berdua Kepsek dan bunda ZA masuk kelas dengan tetap saya masih di ruangan sebelah. Terdengar lah suara mereka yang lantang.

Kepsek : “  Tadi ada orang tua yang datang bilang ada anaknya yang diganggu, coba sekarang  siapa yang suka jahil ketemannya? “

Bunda ZA : “ ayooo siapa yang suka jahil ketemannya? “

Anak anak  di kelas berteriak : “ Emil..!!”

What! lho kok begini, astagaaa

Kepsek pun mengajak saya masuk ke dalam kelas yang berisi anak anak kecil tersebut

Bunda ZA : “ Siapa yang suka jahil dan mengganggu di kelassss?!

Anak anak : “ Emilll !! “ anak anak tersebut bersuara lantang . di dalam suara keras anak anak tersebut terdengar lirih beberapa anak menyebut “ DA”

Dalam hati saya,  lohh saya bercerita belum selesai tadi.

Kepsek : “ oooo mungkin Emil minta adeek yaaa ? kalo minta adeek jangan ke mamanya tapi ke papanya yaaa “

Anak anak : tertawa semua

Disitu saya sangat kecewa. saya tidak menyangkal, memang saya akui Emil jahil . tapi ini kan menyangkut kekerasan fisik dan olok olok yang gak pantas keluar dari mulut anak anak apalagi gak hanya ke Emil saja loh.

Sebelumnya saya juga sudah melakukan pendekatan langsung secara baik-baik ke anak tersebut.

Terus hubungan ke Emil tidak punya adek apa?!

Saya juga tidak ingin menuduh dan menyebut salah satu atau dua anak itu nakal. Saya ingin sekolah tahu keresahan saya,minta tolong bagaimana solusinya dan saling koreksi untuk kasus Emil yang diolok olok dan kena kekerasan fisik oleh anak tersebut.

Bunda ZA: “ iya ma Emil disini memang anaknya tidak mau kalah, ketika kawannya begini dia juga harus begini, pernah juga rebutan maian Emil sampai benjol di getok kepalanya sama temennya, ya saya langsung ambil mainan balok itu saya simpan “

Saya : “ Betul bunda saya tahu, Emil itu jahil dan memang tidak mau kalah, ketika pulang dalam keaadan benjol pun saya juga gak langsung menuduh anak yang membuat benjol Emil nakal. Saya bilang ke Emil ohh mungkin teman mu gak suka kamu begitu.  tapi kan saya kemari ingin bercerita tentang kasus Emil, yang bunda lihat sendiri video olok-olokan ga pantas seperti itu, bunda juga tau sendiri anak tersebut bukan mengganggu gak hanya ke Emil saja lo kasus terdahulu juga begitu kan?, saya khawatir kejadian yang terus terusan seperti ini akan membuat Emil enggan kesekolah “

Kepsek masuk lagi ke ruangan dengan santainya dan sambil berjalan beliau berbicara : “ tuh ma dengar kan anak anak tadi bilang apa, Emil yang jahili temannya..gak ada namanya anak nakal ma”

Dalam hati saya lagi , lha  mana ada saya menyebut anak nakal. Kapan? Entah kenapa saya putuskan untuk meminta maaf dan  pulang karena saya merasa sangat percuma berlama lama mengutarakan maksud saya. membuat sekolah paham pun seperti menghabiskan energy.

dari kalimat-kalimat yang keluar, sepertinya pihak sekolah pun seperti memang tidak ada niatan untuk memanggil orang tua anak tersebut.

Pada akhirnya semua saya pantau secara mandiri. Kami hanya menguatkan mental Emil, dan memberi dia kepercayaan bahwa kami selalu mendampinginya, cerita apapun di sekolah, dan hindari jauh jauh anak tersebut.

Mau kami pindah pun amat sangat nanggung beberapa bulan lagi dia sudah masuk SD.

Alasan Menyekolahkan Emil

Alasan utama saya memasukan anak kami di sana adalah agar dia bisa bersosialisasi, kebetulan sekolah ini ada di dalam lokasi perumahan sehingga secara tidak langsung kami ingin Emil dan saya pribadi bisa mengenal tetangga sekitar.

Gak sedikit suara-suara negative tentang sekolah ini dari beberapa walimurid . mulai dari cara pengajarannya, tenaga pengajarnya, tampilan fisik sekolahnya  dll. Namun saya kesampingkan hal tersebut karena bagi saya Emil banyak mendapat pendidikan di rumah.

Makin kesini makin banyak yang memindahkan anaknya ke sekolah lain, di luar perumahan.

bullying di sekolah
WA salah satu walmur TK A

Saya yang termasuk bertahan di sana dan beberapa walimurid.

Saya bertahan karena lokasinya sangat dekat dengan rumah saya, Emil selalu setiap pagi berangkat bersepeda sendiri dengan hepi, pulang ceria seperti biasa,  banyak bercerita tentang sekolah dan temannya, yang semua saya maklumi.karena awalnya memang kejahilan anak anak kecil pada umumnya.

Alhamdulilah kewajiban SPP selalu saya bayarkan dengan tertib dan kebijakan sekolah apapun Inshallah tidak pernah saya banyak protes. Apakah saya berlebihan jika saya meminta hak keamanan dan kenyamanan anak saya di sekolah?

Kasus lama

Untuk mengingatkan lagi, bahwa anak tersebut adalah anak tinggal kelas di TK B sehingga saya sebut ini kasus lama yang pernah terjadi di kelas sebelumnya. Wali murid terdahulu juga pernah  laporan ke pihak sekolah, namun yang masuk tidak ditanggapi secara serius. Seperti memaklumi dengan alasan karena kedua orang tua anak tersebut bekerja dan “namanya juga anak anak..ntr baikan lagi”.

Betul. tapi kalau kejadian seperti ini masa iya diwajarkan, sudah main fisik dan verbal yang tak pantas loh.

bullying di sekolah
wa salah satu mantan walmur TK B

Karena tidak ada langkah kongkret dari pihak sekolah, beberapa wali murid ada yang langsung frontal memarahi DA dan protes kepada kakeknya yang selalu mengantar anak tersebut.

Namun tetap saja nihil, beberapa anak anak mereka pulang dengan menangis , beberapa lagi enggan masuk sekolah.

Namun tetap saja sekolah sepertinya tidak paham terhadap situasi tersebut. dan sekarang terulang kembali.

Sebagai informasi tambahan sekolah PAUD / TK ini adalah milik pribadi tidak ada yayasan yang menaungi, berada di bawah Depag dan pemilik tidak ada backround pendidikan. Sedangkan anak tersebut – menurut informasi – anak tersebut tinggal di luar perumahan kami, kedua orang tuanya bekerja, dan segala sesuatu keinginan anak tersebut selalu dipenuhi dan dimaklumi oleh kedua orang tuanya.

WA salah satu mantan walmuri TK B

Apakah Emil Trauma ?

ini yang banyak ditanyakan oleh beberapa kawan. Selama dia bersekolah di sana, mulai PAUD hingga TK A. Allhamdulilah Emil selalu mandiri, tidak pernah ditunggui hingga kelas selesai. Namun Sejak kejadian, tepatnya naik TK B , sempat ada di satu momen Emil minta saya antar dan ditungguin hingga selesai.  Pernah menangis ketika tau saya tinggal – saya ketahui ini dari wali murid lain yang mengantar anaknya. Untungnya ia hanya menangis sebentar.

Selebihnya dia kembali seperti semula, tetap berangkat sendiri ke sekolah dengan sepedanya dan kalau saya perhatikan dia malah membuat pertahan sendiri. Seperti menghindari anak tersebut dengan tidak bermain di dekatnya  dan ‘keukeh’ berangkat lebih awal demi menghindari ditungguin di dalam pagar oleh anak tersebut.

Ayahnya selalu berpesan untuk lawan anak tersebut, tapi jangan sampai Emil memukul duluan apalagi sampai memukul anak kecil / anak cewek.

Setiap pulang sekolah dia selalu bercerita apapun yang terjadi di sekolahnya. Dia juga masih  ceria dan tidak menjadi murung. Selang beberapa waktu Emil laporan kembali bahwa kedua tangannya dipegang oleh PA dan perutnya ditinju oleh DA.

Kakinya pernah ditarik dan kepalanya terbentur lantai sekolah, celananya ditarik oleh anak tersebut, diolokin Emil pacaran dengan kawan ceweknya, padahal kata emil dia lagi mainan bersama.

“ Mak pacaran itu apa? “ woalahh dapat kata baru lagi dari sekolah

” Kepalaku diginiin lo ” sambil mempraktekkan jitak kepalanya sendiri

 Saya complain kembali, kali ini langsung digrup wali murid.

Alasannya adalah agar semua wali murid  bisa membaca kasus yang terjadi, jika saya komplain secara personal lagi seperti kemarin bisa-bisa tanggapan pihak sekolah tetap sama, tidak ada aksi karena menganggap anak saya yang mengganggu. Padahal ini menyangkut kekerasan fisik dan verbal.

Beberapa bulan sempat tidak ada laporan Emil  diganggu anak tersebut Hal tersebut yang membuat kami tetap bertahan dan memantau dia dari jauh.

Hingga muncul kembali kejadian baru. Yang membuat saya protes secara pribadi di grup sekolah.

bullying di sekolah

Sharing is caring!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *