Sangking nyamannya Suroboyo Bus ini, saya hampir galau memutuskan berhenti atau ikut kemana bis ini pergi.
Maringene mandek nang halte Pasar Turi
“ mbaknya bisa berhenti di sini nanti kalau mau ke Tugu Pahlawan tinggal nyebrang aja, tuh kelihatan tugunya, biasanya kalo hari tertentu, Tugu Pahlawan ini rame mba, kalau hari biasa kayak gini sepi “ kata ibu ibu yang hendak turun di Pasar Turi
Kami pun membuang pandangan ke luar jendela bus, nampak sebuah tugu berwarna putih seperti paku terbalik, menjulang tinggi dan tampak kokoh, kalau kata anak kami, Emil ( 3 th ) bangunan ini, ia sebut pensil.
“ oiya bu, terimakasih, kita mau muter dulu, berhenti di Tugu Pahlawan saja “
Maringene mandek nang halte Tugu Pahlawan
Walaupun kecepatan bis sekitar 50 – 60 km/jam, perjalanan kami dari Terminal Purabaya tidak memakan waktu lama, tidak sampai sejam, mungkin karena tidak sedang macet dan Suroboyo Bus ini terintegrasi dengan sistem pengaturan lalu lintas.
Pintu bus terbuka kami pun bergegas turun, tidak ada halte atau tanda sebagai tempat bis untuk berhenti, atau kami saja yang tidak awas, yang jelas kami turun di depan gedung The Crown Ballrooms tepat di seberang kantor Bank Indonesia di Jl. Pahlawan.
Baca juga : Naik Suroboyo Bus, Bayar dengan sampah
Tugu Pahlawan
Tugu Pahlawan terlihat jelas menjulang, atas arahan penjaja minuman dingin di pinggir trotoar, kami pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki siang-siang dan menyeberangi jalanan besar yang saat itu tidak begitu padat, mungkin sekitar 1 kilometer lebih untuk menuju area tugu
“ Pintu masuk tugu lewat mana dek ? “ tanya saya kepada salah seorang anak yang bermain air mancur yang keluar naik turun.
“ Lewat depan..lewat depan..di sana..mutar “ serempak teman-temannya pun ikut menjawab sambil menunjuk ke arah pintu masuk yang belum terlihat.
Fakta, selama bertahun – tahun berkuliah dan tinggal di Surabaya, baru ini saya kemari, ke salah satu ikon unggulan Kota Surabaya, itu juga jadi salah satu alasan kenapa saya memilih destinasi Tugu Pahlawan sebagai titik awal jalan-jalan menjajal Suroboyo Bus.
Baca juga : Tips nyaman naik kereta api bersama balita
Masuk kedalam kompleks, kami disambut dinding-dinding relief berwarna tembaga, yang menggambarkan suasana perjuangan masa lalu, sedikit masuk ke area tugu, patung Presiden Republik Indonesia pertama Ir. Soekarno beserta wakilnya Drs. Moh. Hatta, nampak berdiri tegak di antara pilar-pilar yang sisi-sisinya menyerupai reruntuhan, dengan beberapa coretan pengobar semangat perjuangan.
“ Merdeka ataoe mati ! “
“ Once and Forever The Indonesia Republic “
Tepat di belakang patung dan reruntuhan pilar, Tugu Pahlawan terlihat jelas tinggi menjulang, Di sekitarnya terdapat lapangan luas dan taman yang tertata, cukup bersih, rindang hijau royo-royo, tidak hanya itu, taman ini pun dihiasi dengan beberapa peninggalan historis, mulai dari patung-patung pahlawan hingga kendaraan perang.
“ woow..ada pensil ! “ teriak Emil, sambil menunjuk Tugu Pahlawan
Sekumpulan murid tampak bersenda gurau dengan kawannya, beberapa guru berkumpul di ujung taman, duduk santai sambil memakan bekal camilan, entah dari sekolah mana, namun nampaknya mereka sedang melakukan kunjungan wisata untuk mengenal sejarah bangsa.
Kaki saya semakin mendekati badan Tugu, semakin jelas terlihat lekuk rupa bentuknya, menurut informasi yang saya baca, lengkungan bangunan tugu ini berjumlah 10 yang terbagi atas 11 ruas.
Untuk tinggi, pada awalnya tugu ini direncanakan akan dibuat dengan tinggi 45 meter, sebagai simbol tahun perjuangan arek Suroboyo, namun karena alasan ketahanan bangunan, akhirnya tinggi tugu disepakati hanya 41.15 meter.
Sehingga kalau diartikan tinggi, luas dan lekuk dari bangunan tugu yang menyerupai paku terbalik ini, mempunyai arti tanggal 10, bulan 11, tahun 1945, sebagai tanggal bersejarah, tidak hanya bagi masyarakat Surabaya saja, namun bagi seluruh bangsa Indonesia.
Museum 10 November
Dari arah tugu saya pun menuju bangunan yang menyerupai atap piramida yang terbenam, mencari pintu masuk menuju Museum, yang ternyata berjarak sekitar 10 meter dari patung makam pahlawan tak dikenal.
“ silahkan masuk mba “ sapa seorang bapak dengan ramah yang duduk di depan pintu masuk.
Untuk masuk ke dalam museum, pengunjung dikenai biaya sebesar Rp.5000 / orang, untuk anak balita tidak dikenakan biaya.
Karena bukan hari libur, suasana saat itu sepi pengunjung, bangunan museum ini cukup modern, bersih dan nyaman, setiap ruangan terdapat pendingin udara, jauh dari kesan pengap dan tidak terawat, namun tetap saja saya merasakan hawa yang berbeda.
Kami pun menuruni jalan kayu berlandai, salah satu dindingnya dihiasi relief perjuangan, sedangkan bagian atap terdapat beberapa photo bangunan lama yang tertempel pada sisi-sisi bangun yang berbentuk piramida terbalik.
Kami pun segera menuju bagian bawah museum lalu menuruni tangga eskalator yang lebarnya cukup untuk satu badan orang dewasa, nampak potret hitam putih Surabaya tempo dulu, tergantung rapi di dinding lorong kaca, kami lalu masuk ke ruang pertama bangunan yang terletak di bawah tanah.
Tepat di tengah ruangan lantai 1 terdapat patung tembaga, patung ini sebagai simbolisasi perjuangan arek-arek Suroboyo, selain itu kami juga melihat aneka peninggalan bersejarah mulai dari dokumen, diorama hingga memorabilia
Setelah puas berkeliling di lantai 1, kami pun menaiki tangga, menuju lantai 2.
Seseorang tiba-tiba mendahului kami naik, setelah saya tahu orang tersebut adalah penjaga museum yang kemudian duduk mengawasi kami dari sudut.
Di bagian ruang yang lain, terlihat seorang bapak beserta anaknya, sama seperti kami asik melihat-lihat barang-barang peninggalan sejarah yang dipamerkan dalam meja kaca.
Di lantai ini banyak dipajang beraneka peralatan perang dan gambaran suasana pada masa itu, beserta keterangannya. tak hanya itu saja, jika ingin lebih merasakan dan melihat bagaimana kondisi pada saat itu, kalian bisa masuk kedalam ruang diorama yang khusus menyajikan tayangan animasi, disertai audio sebagai penjelasan sejarah, yang bisa kita pilih jenis bahasanya.
“perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuangamu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.- Bung Karno
Setelah puas berkeliling, kami pun turun dan berpapasan dengan rombongan opa dan oma yang cukup takzim mengamati setiap barang bersejarah di sana, dengan berbagai komentar kekagumannya, oh iya di sini juga menjual souvenir bertemakan perjuangan dengan harga bervariasi dan juga terdapat photo booth, dengan latar belakang lukisan suro dan boyo serta gambar pahlawan proklamator Republik Indonesia.
Suroboyo Bus
Dengan aplikasi GoBis saya pun mencari posisi bus dan lokasi halte terdekat, namun sayangnya batere HP saya drop dan saya hanya menangkap posisi terakhir bus yang akan melintas nanti, sedangkan halte, kami belum dapatkan posisi terdekat.
Kami berputar-berputar mencari halte berdasarkan gambaran peta yang sempat kami tangkap, namun sayangnya gagal. karena memang SB ini tidak mempunyai halte atau tanda yang cukup terlihat, kami pun bertanya ke beberapa orang yang melintas maupun yang mangkal, mereka pun kebanyakan tidak tahu kalau ada angkutan masal seperti Suroboyo Bus ini.
Baca juga : Bepergian dengan bis antar kota, dengan bayi 7 bulan
Dan pada akhirnya kami putuskan untuk naik di awal mula tempat kami turun, depan The Crown Ballroom, tidak sampai setengah jam, Bus Suroboyo melintas, segera saja kami berlari naik ke dalam.
Kondisi Bus ternyata sedang penuh anak sekolahan yang memenuhi bangku-bangku prioritas, terpaksa beberapa manula, lansia, ibu dan anak hanya bisa berdiri bergelantungan dan berpegangan pada tiang-tiang bus yang bisa dijangkau tangan.
Sebelumnya saya pernah bertanya- bertanya, tentang pendingin ruangan bus ini jika kondisi ramai, ternyata temperatur suhu di dalam bis tidak panas, tidak bikin gerah dan satu hal lagi tidak ada asap rokok, karena bus ini memang bebas asap rokok.
Karena hampir tidak ada tempat untuk kami duduk, kami pun terpaksa berdiri, termasuk Emil dan beberapa balita.
” mbak, jangan berdiri di situ, saya habis kejepit pintu tadi “
Oh iya jika berencana PP ( pulang – pergi ) tiket print yang diberi petugas ketika awal mula naik jangan sampai rusak dan hilang ya, karena karcis tersebut berfungsi untuk menghitung waktu, jika lewat waktu dari 2 jam maka berlaku tiket baru.
Untungnya kami tidak, jadi dari awal keberangkatan dari Terminal Purabaya sampai turun di Tugu Pahlawan, lalu pulang, jarak tiket kami tidak lebih dari 2 jam.
“ Emil capek ? “ tanya saya
“ Endak “ jawab Emil singkat
Siappp ! dengan bergelantungan dan berpegangan tiang kami pun melucur pulang.
Nah, bagi kalian yang ingin berkeliling Kota Surabaya menggunakan SB ( Suroboyo Bus ) atau berwisata ke tempat sejarah seperti yang kami lakukan di atas, berikut kami sertakan rincian biaya yang kami habiskan, kalau ingin lebih hemat lagi, bisa bawa bekal sendiri.
Bus Suroboyo PP = Rp. 0
Camilan + Minuman = Rp. 15.000
Tiket masuk museum, 2 orang = Rp.10.000
Parkir terminal = Rp. 2.000
Total pengeluaran = Rp. 27.000
Tulisan tentang jalan-jalan menggunakan SB ini belum berakhir masih banyak tempat wisata yang menjadi ikon Kota Surabaya yang belum kami kunjungi, semoga bermanfaat ya.
Setelah tulisan ini dimuat, saya baru tahu bahwa Halte Pasar Turi adalah halte terdekat dibanding Halte Tugu Pahlawan.
Saran saya jika ingin berkunjung ke Tugu Pahlawan dengan menggunakan SB ( Suroboyo Bus ) baiknya berhenti di Halte Pasar Turi. jika ingin kembali naik SB lagi, cari plang / papan berwarna biru putih bergambar bus.
Seru juga ya mba…jalan2 pake kendaraan umum.. aku blm pernah nyoba malahan. Suroboyo bis itu mungkin klo di jogja…mirip trans jogja. Mirip buswaynya jakarta?
Eh..salam kenal mba.. kayaknya aku blm pernah maen ke blog nya mba. Artikelnya bagus. Aku suka gaya tulisannya
oh begitu ya sy malah belum pernah naik trans jogja, klo busway pernah sekali itupun juga sudah lupa gimana rasanya hehehe..makasih mb..
Murah banget yah cmn 27 ribu sdh menikmati bus dan ke tempat wisata
iya betul…cukup murah 🙂