“ Kemarin habis nanjak ke gunung mana mas?”
“ke Rinjani, kamu mesti kesana, keren banget!! ”
Tanggal 25 hingga 29 mei 2014 lalu, langkah kedua kaki, saya habiskan menapaki jalur Gunung Rinjani. Jauh sebelumnya saya hanya melihat dari foto saja, berharap ada dana, kesempatan, kesehatan dan kawan untuk melakukan pendakian. Maklum setelah lulus kuliah di Surabaya, saya kembali pulang dan bekerja di Kota Balikpapan, pada saat itu belum ada dana yang cukup untuk mendaki Rinjani, apalagi kesempatan izin dari orang tua, tapi hati selalu yakin kaki ini pasti akan mendaki dan menapak kesana.
Singkat cerita setelah menikah saya pindah ke Jawa Timur mengikuti suami tercinta dan menetap di Surabaya, sempat terlupa keinginan hati yang lama ingin mendaki kembali, apalagi menyambangi rumah Dewi Anjani, hingga suatu ketika, seorang kawan lama menghubungi saya, hendak meminjam sepasang sepatu trekking tua yang sudah vakum menanjak sejak lulus kuliah. Namun bukan sepatu yang kawan saya dapatkan, melainkan saya yang ikut mendaki bersama rombongan kawan saya itu, atas izin suami, saya pun diperbolehkan mendaki Rinjani.
Karena sudah terlalu lama, fisik ini hampir lupa bagaimana rasanya mendaki, membuat timbul ketidakyakinan hati, akan bisa menanjak kembali. Semakin mendekati hari, semakin membuat lemas kaki, padahal perjalanan mendaki belum dimulai. Bagi saya ini perjalanan yang luar biasa, namun suami kembali menenangkan, daripada tegang memikirkan perjalanan, lebih baik fisik, mental dan peralatan dipersiapkan.
Selama sebulan segala peralatan yang diperlukan dicicil dan didaftar, mencari info kondisi alam Rinjani kepada kawan yang pernah menanjak kesana. Untungnya tidak banyak perlengkapan yang harus dibeli, sebagian pinjam suami dan kawan, perlengkapan penting yang wajib dibawa seperti sleeping bag, matras, raincoat, headlamp dan masih banyak lagi yang saya siapkan. Peralatan memasak yang berfungsi ganda juga ikut disiapkan, seperti nesting yang bisa untuk menyimpan alat makan dan memasak, piring lipat sehingga bisa meringkas ruang dalam tas. Untuk pakaian, khususnya celana, saya pakai yang non jeans, selain ringan juga mudah kering jika terkena air. Kebutuhan logistik yang cukup energi dan nutrisi juga saya siapkan, biasanya, logistik saya sesuaikan dengan jumlah hari pendakian dengan dilebihkan satu hari pendakian. Ada satu alat yang saya ragu harus membawanya namun akhirnya saya beli juga atas saran kawan saya, yaitu treking pole, tongkat mendaki yang bisa membantu meringankan beban kaki, karena saya takut jika tiba-tiba tak kuat menanjak. Bolehlah di beli.
Ini kali pertamanya saya ikut paket pendakian, sebelumnya saya selalu bersama dengan kawan-kawan Mapala ( HIMAPASTI )kampus, biaya yang saya keluarkan dalam paket pendakian ini sebesar 760.000 rupiah dengan fasilitas mulai dari penginapan, transport, perijinan dan makan diurus oleh panitia. Rombongan tim kami berjumlah sekitar 20 orang, dengan dikoordinir oleh 2 panitia penyelenggara pendakian. Kami pun dibagi beberapa tim, setiap satu tim terdiri dari 3 orang yang terdiri dari dua wanita dan satu pria. Walau terbagi beberapa tim, start pendakian tetap dilakukan bersama sama, cek segala perlengkapan pendakian juga di koordinasikan secara bersama sama.
Tibalah Hari H, saya pun mulai bersiap melakukan perjalanan. Dengan diantar oleh suami sampai ke dalam bus malam yang akan membawa saya sampai Mataram. Dari Terminal Purabaya (Surabaya), saya berangkat tidak sendirian, ada 4 orang lagi dengan destinasi yang sama. Bus yang saya naiki ini adalah bus yang langsung menuju Mataram dengan biaya 275.000 rupiah, sudah terjamin makan malam, sarapan dan makan siang.
Selama satu malam bis terus melaju menuju ke tujuan yang sudah ditentukan. Dari Pelabuhan Padang Bai bis menuju pelabuhan Lembar Lombok dengan menggunakan ferri. Tiga jam terombang ambing laut lombok, sampai lah kami di terminal Mandalika yang kemudian dijemput oleh tim lainnya menuju penginapan yang sudah ditentukan, sebelum menuju penginapan kami mampir di pasar untuk membeli kebutuhan logistik tim, biaya yang dikeluarkan kurang lebih 300.000 rupiah. Meliputi beras, bumbu, telur, roti, makanan siap saji, dan sayur mayur.
next – Selamat datang di Rinjani
Wah, saya juga pengen ke Rinjani Mbak. Gara2 pernah baca novel 🙂
Moga kesampaian ke rinjani yaaaa 🙂