Saya yakin setiap wanita yang mempunyai gelar ibu pasti membawa ceritanya masing-masing tentang tingkah polah anak-anak mereka, yang kadang membuat kesal dan geleng-geleng kepala.
Bisa begitu ya ??
Seperti yang saya alami ba’da subuh kemarin, segera saja saya lepas mukena di kepala ketika mendengar rengekan Emil ( 3,5 th ) dari dalam kamar.
“Mak mau minum..maaaaakk..hiks..hikss” mulai merengek.
Air Dingin di Dalam Gelas Putih
Saya masuk kembali ke dalam kamar, lalu menyodorkan termos minum bergambar beruang yang wajib berada di samping kasur, jaga-jaga kalau dia haus tengah malam dan saya malas untuk beranjak ke dapur.
Salah satu sisi tutup termos yang berfungsi sebagai kait pembuka tampak cuil ujungnya, dijadikan Emil sebagai alat peraga panjat jendela, kemarin lusa.
“Ndak mau..Emil mau air dingin di gelas putih aja maaakk“ matanya masih terpejam.
Alamak, padahal udara tidak sedang panas-panasnya, cuaca cukup terasa dingin sisa hujan semalam. Barangkali mimpi anak ini, batin saya.
Saya masih menawar, tapi tetap saja dibalas dengan narasi yang sama, air dingin di dalam gelas putih.
Akhirnya saya pun bergerak menuju dapur, mengambil mug putih polos, lalu menumpahkan air dingin ke dalam gelas hingga terisi setengahnya saja.
Sebetulnya saya tidak benar-benar penuh mengisinya dengan air dingin, saya mencampur sebagian dengan air bersuhu biasa, paling tidak terasa sejuk di lidahnya.
Sampai di kamar, dengan posisi duduk, diteguk habislah seluruh isi gelas, setelah selesai, ia membaringkan badannya kembali, tidur memeluk guling yang sudah bercampur aroma keringat dan tumpahan air seninya.
Ngompol..
Membantu Ibu
Di tulisan sebelumnya saya pernah bercerita tentang Emil yang tak ingin ketinggalan momen sedikitpun hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan rumah, sungguh ini cukup merepotkan, karena saya harus mengulang semuanya.
Mengulang seluruh kegiatan rumah yang terlewat di matanya.
“Emil, kalau mau buka jendela sama pintu sendiri harus bangun pagi, gak ada minta diulang, ngerti ya?!“
Kira-kira seperti itu kalimat yang selalu saya ulang-ulang, ketika dia selesai nangis atau masih merengek dan ngambek tak terkira, ketika meminta pintu dan jendela ditutup seperti semula, semua harus diulang dari awal, termasuk tidur kembali di dalam kamar, dengan posisi lampu dimatikan.
Aneh, tapi nyata.
Mungkin ini juga yang dinamakan kekuatan sounding.
Hingga di suatu hari yang lain, di jam dan waktu yang berbeda, tiba-tiba Emil bangun, membuka pintu kamar, bukan untuk merengek dan menuntut semuanya harus diulang dari awal.
Pukul Empat tiga puluh pagi, mimpi apa anak ini.
“Eh..udah bangun“ sapa saya yang sempat kaget, karena pintu kamar tiba-tiba dibuka
Emil diam , sebelah celana panjangnya tertarik ke atas, sebagian lagi tetap pada posisinya, macam penyanyi hip hop saja.
Tanpa bersuara, dengan langkah yang nampak belum terkumpul semua nyawa, ia melakukan hal yang pernah kami ajarkan sebelumnya.
Salah satunya adalah membuka pintu dan jendela.
Munculah sedikit rasa kesalnya, ketika ia kesulitan memutar kunci pintu rumah, namun saya tidak segera menolong, saya biarkan saja
“bisaa..bisaa..diputar ke kanan“ saya coba menyemangati.
Don’t give up
Cteeek !! berhasil juga.
Pintu sudah terbuka, ia lalu mengeluarkan keset rumah yang terselip di bawah kursi sofa dan membuka tirai jendela, tidak sampai di situ, Emil lanjut menarik kursi plastik hijaunya untuk menggapai saklar, lampu teras dimatikan.
“Nah..gitu hebat kan, gak nangisan..makasih ya”
“He-em..” ia pun membaringkan tubuhnya di sofa, tidur.
Namun sayangnya kegiatan tersebut hanya dilakukan dua hari saja, selebihnya ia selalu bangun siang dan terkadang kalau sedang tidak pada moodnya ia merengek ingin mengulang kegiatan semula dari awal.
Walaupun sudah sedikit berkurang, tidak seheboh seperti di awal.
Syukur, Alhamdulililah.
Gaya Tidur Yang Absurb
Lagi-lagi terulang, Emil terbangun dan meminta segelas air dingin di gelas putih, tapi kali ini dia bangun sendiri dan meminta secara sadar.
Tapi ada tambahannya “mak..ada jajan?“
Saya pun mengambil beberapa keping biskuit dan segelas air putih.
Ia pun mengambil kursi hjau lalu duduk dan perlahan mengunyah kepingan biskuit susu yang saya letakan di piring melamine kuning.
Saya melanjutkan kegiatan mengetik tulisan.
“Mak..habis“ sambil menyodorkan gelas putihnya
“Iya..taruh di dapur ya, sendiri bisa ?“
“Eeengg..ibuk aja mak” Emil suka campur-campur memanggil nama saya – mak ibuk
Sayapun akhirnya mengambil dan berjalan ke dapur meletakan gelas dan piring yang telah kosong isinya, sambil berjalan saya bilang “ kalau masih lapar ngomong ya Mil ?”
Si bocah tidak menyahut, setelah saya tengok, ia sudah tertidur dengan posisi yang ajaib.
Satu kaki naik ke atas sofa, satu kakinya lagi masih memijak di atas lantai, kedua tangannya terjurus ke depan macam pahlawan super terbang memberangus kejahatan.
Pipinya terlihat lebih gembil dari ukuran biasanya, itu karena terkena tekanan dari berat kepalanya yang menempel di permukaan sofa.
Kedua bibir kecilnya manyun ke depan, akibatnya, air ludah sukses mengalir diam-diam dari sudut mulutnya yang terbuka.
Kulitnya lembab berkeringat, berbekaslah sofa mamak, macam lokasi tempat kejadian perkara.
Tembang Lawas
Di rumah kami,ada peraturan tidak tertulis mengenai penggunaan gadget.
Gadget besar untuk Emil dan gadget kecil punya saya dan pak suami, memainkannya juga tidak bisa sembarangan, ada batasan waktunya.
Beberapa di antaranya, tidak membawa gadget ketika sedang jalan-jalan apalagi bermain dengan gadget di tangan atau sambil tiduran.
Tapi ada suatu waktu saya mengijinkan dia memegang hp, mungkin dia bosan dengan gadget besarnya yang isinya hanya itu –itu saja, tidak ada photo atau video dirinya, youtube pun tak menarik baginya.
Emil memang sedikit narsis, suka sekali melihat photo dan vidio tentang dirinya.
“Maak..mau lihat gambar Emil “
“Kan Emil udah ada Ipad “
“Maaak..wifinya matikan dulu yaaa” lha malah nyuruh
Saya lalu menyeting hp agar di posisi aman buat dia. “Sebentar aja ya..ini”
Ia pun cekikikan, melihat-lihat gallery hp yang berisi photo-photo dirinya, saya pun melanjutkan pekerjaan.
Selang beberapa waktu, sambil senyum-senyum Emil menghampiri saya lagi, sambil melap cairan kental yang keluar dari hidungnya dan ia mulai bernyanyi.
“Nyaaang..hujannn..turunnn..lagi..di bawah..payung hitam kubrenti“ dengan nada suara yang berantakan dan lirik yang sedikit patah-patah.
Segera wajah saya palingkan ke anak kecil ingusan ini, lagu apa itu.
“Weeh..dapat dari mana lagu itu Mil?“
Beberapa detik kemudian saya sadar dan baru ingat, , eh itukan lagu jaman old ibu saya. Sebenarnya lagu tersebut hasil iseng ketika saya merekam lagu lawas dari video di instagram, lagu dari Ratih Purwasih, Antara Benci dan Rindu.
Astaga jari anak ini sudah pintar rupanya merambah ke aplikasi-aplikasi lain termasuk folder-folder yang ada di hp saya.
“nyaaang..hujannn..turunnn..lagi..di bawah..payung hitam kubrenti “ sambil ngelap ingus
“Bukan berhenti Mil, ku berlindung“
Hedehh…
Mengeja Kata
Ada kegiatan baru yang Emil suka, ketika dia menjatuhkan minatnya untuk belajar membaca setelah sebelumnya, ia sudah mengenal abjad.
Di sini saya merasa gadget bisa bermanfaat juga apalagi didukung dengan buku-buku dan mainan edukatif yang berwarna.
Deretan tulisan yang menarik matanya ‘sok-sokan’ di baca, termasuk tulisan merek salah satu lemari pendingin.
“Makkk..gendong..”
“Mau apa Mil?“
Emil menunjuk tulisan merek di atas lemari pendingin.Setelah saya gendong iapun mengeja tanpa saya aba
“Pi..aa..en..aa..es..ow..en..ai..cii..KOLKAS !! “
“Lhoooo..!..Panasonic Mil bukan Kolkas “
Tepok jidat.
Hai..hai Tayo, bukan..bukan, tapi mak..mak..pepayya!
Entah dari mana idenya untuk usil ngegoda saya dengan panggilan pepayya.
Ketika anak-anak lain iseng ngegoda temannya dengan panggilan “ Hai..hai Tayo..hai tayo”
Emil iseng manggil saya dengan cara yang lain.
“Maaak..mak..”
“ Apa Mil?”
“ Mak..Papayyaaaa” sambil cengegesan usil, lalu di ulangnya lagi terus begitu “ mak..mak papaya “
Apa ini buntut ajaran saya yang suka bernyanyi dengan lirik, pepaya pundak lutut kaki..lutut kaki.
Ora nyambung.
Ya sudahlah, dinikmati saja hiburan kecil ini, toh anak-anak tidak selamanya menjadi kecil terus, tingkah konyol dan ajaibnya yang kadang bikin kesal dan terkadang bikin tepok jidat, bisa jadi kita rindukan ketika ia beranjak dewasa.
“Anak adalah cindera rasa, obor asa, jejak nyata ada kita di dunia hingga surga.”
Helvy Tiana Rosa
Hahahaha lucu banget Emil ya mbak, jadi kebayang waktu anakku masih kecil , polah tingkahnya hampir sama dengan Emil, terutama narsisnya.. Dia nyanyi minta divideoin, makan minta difotoin..
Cepat banget waktu berlalu.. kalo sekarang boro2, udah gede malah jaim . hiks
iya mba, anak-anak cepat sekali besarnya dan kita makin menua saja 🙂