Bepergian Dengan Bayi 7 Bulan Menggunakan Bis Antar Kota, Surabaya – Malang – Surabaya

Saya ingin mengingat-ingat terlebih dahulu, pertama kali saya ‘nekad’ naik bis sendirian bersama Emil adalah ketika usianya masih sekitar 7 bulan.

Latar belakang apa, kok memutuskan naik bis berdua saja bersama si kecil ?

Sumpek sodara hahaha..iya saya sedikit sumpek dengan beberapa omongan tetangga yang bilang Emil takut liat orang karena saya jarang ngumpul.– baca : nonggo, ngerumpi.

” makanya dong Emil bertetangga ” ucap seseorang ketika melihat anak saya menangis karena saya dudukan di atas karpet miliknya.

Karpet, anak menangis akibat saya yang dianggap tidak pernah bertetangga, apa hubungannya !

Duh pupus hati saya, padahal saya main-main kerumah tetangga depan, mau cari teman buat ngobrol malam itu, eh malah disindir begitu.

Pada kenyataannya, yah, saya memang jarang keluar rumah tapi bukan berarti saya tidak pernah ikut kegiatan warga atau tidak pernah senyum salam sapa ya, hanya saja energi saya tidak tersedia banyak untuk sekedar ngerumpi yang bukan hobi saya.

Baca juga : Meningkatkan Minat Baca Untuk Ibu Rumah Tangga

Lebih penting mengurus Emil yang pada saat itu baru lahir dan lebih banyak membutuhkan banyak perhatian, apalagi kami memang tidak menyewa ART ( asisten Rumah Tangga ) atau sengaja mendatangkan saudara / kerabat demi membantu mengurus bayi, semuanya kami lakukan sendiri.

Baca juga : Bapak Memandikan Bayi Ibu Meng-AsI

” Gak tau liat orang sih ” bisik salah seorang tetangga terdengar lagi di telinga, ketika saya membawa Emil untuk ikut arisan komplek.

Kalau dibilang anak saya penakut karena lihat orang, kok saya tidak melihat ciri tersebut pada anak saya ya, digendong siapapun lempeng saja.

Haish sudahlah saya cuss memberanikan diri pergi sendirian bersama si bayi menuju Malang, kebetulan adik saya yang masih berkuliah di salah satu universitas ternama sudah sejak lama mengajak saya untuk main-main ke sana, yah sekalian saya pingin tahu seberapa jauh keberanian Emil melihat hal-hal baru di matanya.

Pak suami kok gak mendampingi ? si bapak banyak kerjaan demi masa depan, jadi saya tidak memaksa.

Atas ijin paksu, berangkatlah saya sekitar pukul 7 pagi, diantar menuju Terminal Bungurasih, berbekal ransel dengan isi pakaian cukup untuk 2 malam dan beberapa alat makan ( mangkok, sendok dan gelas )  khusus untuk Emil yang sedang MPASI.

Demi kenyamanan, saya pilih bis jenis PATAS AC, sebelum bis bergerak paksu berpesan untuk selalu fokus dan berhati hati di perjalanan, sampai di sini hati saya terasa berat dan sedikit takut namun hanya sementara, setelah itu saya cuek saja.

“ kalau mau pulang kabari ya, telpon biar bisa aku jemput di terminal “

Bersamaan dengan bergeraknya bus, saya mulai mengirimkan pesan teks ke adik saya agar bersiap menjemput ketika bis tiba di Terminal Arjosari Malang.

Perjalanan Surabaya – Malang ketika itu sangat mulus tanpa gangguan anak rewel, macet atau asap rokok yang menganggu dari para penumpang.

Wajah Emil terlihat lempeng, tidak ada ketakutan, tidak ada tanda-tanda kecemasan yang mendalam,  semua biasa saja, matanya sibuk memperhatikan sekitar, tenang dalam gendongan kantung kangguru hingga tertidur dengan nyenyaknya, mungkin terhipnotis pemandangan luar jendela bus yang selalu bergerak terus menerus dan suspensi kendaraan yang nyaman terasa seperti dalam ayunan.

Masuk wilayah Lawang saya mulai mengirimkan pesan teks lagi kepada adik saya untuk mulai bersiap menjemput, menit demi menit berlalu teriakan kondektur yang sesekali berseru, sambil memukul tiang bis sebagai penanda untuk berhenti, sekedar menurunkan atau mengambil penumpang, membangunkan Emil dari tidurnya, kepalanya sebentar menoleh mengamati sekitar, setelah itu ia palingkan wajahnya kembali menatap jendela, menyaksikan segala keriuhan dalam kota.

Mendekati wilayah Singosari, saya pun mengirimkan teks lagi namun ternyata tidak ada balasan secepat saya mengirimkan pesan sebelumnya, saya coba menelepon nomor telpon adik yang tertera di layar, namun tetap saja sama, tidak ada jawaban dari sana.

“ Ah mungkin saja dia sedang bersiap, mandi barangkali, sedang di perjalanan bisa jadi atau tertidur lagi dan lupa bahwa kakaknya ini harus di jemput di Terminal Arjosari, sesuai janji “

Haduhh…

Sampai saya tiba dan turun  dari bis, tetap saja nomor telepon adik saya yang ini tidak bisa di hubungi, galaulah saya, seorang ibu muda, berdiri sendirian sambil menggendong bayi dengan tas ransel menempel di belakang punggung, sudah cocokkah terlihat seperti isteri minggat tanpa suami atau salah satu oknum penculikan bayi, atau tiba-tiba ada yang mengaku-ngaku ini anaknya padahal hanya modus penculikan.

Haduhh..was-was saya.

Sabar ini ujian sebuah pengalaman yang mungkin saja belum tentu bisa terulang, saya pun duduk di salah satu bangku dekat toilet umum terminal, Emil yang semula diam lama kelamaan sedikit menggeliat, mulai akan menampakan kerewelannya.

Mungkin karena ia merasa ada perubahan,badannya tidak terasa terayun seperti tadi di dalam bus, saya pun bangkit dan berdiri berjalan kesana kemari, lelah juga kaki ini mana mata dan pikiran juga harus awas terhadap sekitar, ini lingkungan terminal ramai orang berlalu lalang dengan aneka gaya dan rupa yang bisa saja mencelakakan kita, jika lengah.

Menjelang siang, hampir satu jam berlalu tidak ada tanda-tanda adik saya akan menjemput, saya terus menghubungi sambil berjalan keluar terminal mencari gerobak camilan yang bisa untuk pengganjal perut saya yang mulai terasa keroncongan.

Debu dan asap knalpot dari bis-bis terminal mengiringi saya berjalan perlahan menuju pintu keluar, handphone saya terasa bergetar terus tanpa henti, ternyata pesan dari adik saya, belum sempat saya baca telepon berdering.

“ sori..sori..aku ketiduran..lupa harus jemput..aku pergi sekarang..tunggu di terminal jangan kemana-mana..! “

Karena belum sempat menjawab, saya pun mengirimkan pesan teks lagi memberitahu posisi saya sekarang ini.

“Aku tunggu di warung kebab dekat Alfamart ”

Akhirnya yang di tunggu datang juga, bersamaan dengan 2 potong kebab pesanan saya yang siap dibungkus dan di bawa pulang ke rumah adik saya.

Setelah 2 malam menginap di Kota Malang dan sedikit menenangkan pikiran dengan berjalan-jalan di sekitaran kota, pagi harinya saya pamit pulang, sebetulnya adik saya menawarkan untuk naik travel langganannya yang bisa langsung berhenti dan mengantar saya sampai depan rumah.

Lagi-lagi karena faktor harga, waktu dan kenyamanan saya memilih bis yang menurut saya lebih murah dengan bangku lebih lega dan setiap waktu selalu tersedia, santai.

Oiya sekedar info, bayi tidak dikenakan biaya tiket bis.

Saya pun diantar hingga Terminal Arjosari, saya naik bis yang berbeda namun sama jenisnya  PATAS AC dengan suspensi nyaman, gaya berpakaian saya pun sama seperti berangkat sebelumnya, kemeja kancing depan lengan panjang, sepatu sandal, celana jeans, kerudung instan, tas ransel dan gendongan kangguru di depan.

Tak lupa sekantung Donat rasa coklat untuk bekal perjalanan pulang, oh ya ketika bepergian sendiri saya berusaha menghindari beli makanan atau minuman di penjaja asongan, tujuannya untuk mengantisipasi hal hal yang tidak diinginkan, misal saja di makanan / minuman tersebut dimasukan cairan tidur, bisa saja kan ?

Tidak menunggu lama, bis pun bergerak meninggalkan terminal Kota Malang menuju Surabaya, kondektur bus menyalakan video klip musik, beberapa detik kemudian lagu – lagu Ariel Peterpan mengalun lantang mengiringi kami pulang.

Di tengah perjalanan, sesuatu tak terduga lagi lagi membuat saya sedikit panik, Emil yang anteng dan lempeng tiba tiba mengeluarkan suara khas yang muncul dari bawa celananya, perutnya bergerak melakukan gaya tekanan seperti hendak poop.

Merasa sesuatu hal akan segera terjadi,  saya langsung meraba isi saku depan tas ransel saya, mengeluarkan sebotol minyak telon dan parfum bayi beraroma segar, semoga menjadi penyelamat dari aroma mematikan yang mungkin saja perlahan menyebar ke seantero bis.

Dan benar saja, aroma khas poop bayi mulai menguar di sekitar saya , bersamaan dengan suara penggiringnya.

Haduh parah, saya pasrah jika penumpang di sebelah saya mengira saya buang gas sembarangan, padahal ini kelakuan anak cilik lempeng tanpa dosa, Ya Allah.

Emil poop di dalam bis diiringi Ariel Peterpan yang khusyuk bernyanyi – Ku Katakan Dengan Indah !

Lalu apa kira-kira yang perlu diperhatikan seorang ibu ketika sendirian mengajak bayi naik kendaraan umum seperti bis antar kota?

  1. Fokus jangan lengah selalu waspada, tentukan tujuan yang jelas.
  2. Siapkan mental
  3. Beritahu kepada suami, saudara atau kerabat dekat jika akan bepergian berdua saja bersama anak.
  4. Ibu dan bayi / anak dalam kondisi sehat
  5. Susui / beri makan bayi secukupnya sebelum berangkat.
  6. Minimalisir barang bawaan dan simpan barang berharga di tempat yang aman.
  7. Berpakaian yang simple, nyaman dan tidak menarik perhatian
  8. Pilih bis yang nyaman, ambil tempat duduk yang strategis biasanya di depan karena lebih luas.
  9. Pastikan handphone terisi cukup pulsa dan daya.
  10. Membawa perlengkapan obat sederhana seperti minyak telon / kayuputih
  11. Jangan sungkan meminta bantuan kru bis untuk membantu
  12. Hindari memarahi atau berteriak kesal ke anak ketika rewel, tenangkan anak dengan sabar, karena marah/berteriak bukan jalan keluar

Karena hanya bepergian singkat dan tidak ada rencana untuk berwisata jauh ketika sampai di tempat tujuan, maka untuk peralatan bayi saya sendiri tidak membawa terlalu banyak barang, tas yang saya pakai jenisnya tas ransel lipat, penampakan tasnya seperti gambar di bawah ini.

Gambar : BliBli.com
  1. Baju hangat, kaos kaki dan kupluk, jaket saya pakaikan langsung sejak dari keberangkatan
  2. Beberapa stel baju bayi, karena di sana saya berencana mencuci pakaian ganti, maka untuk baju tidak terlalu membawa banyak.
  3. Diapers, karena diapers bisa dibeli dimanapun dan lokasi tujuan tidak jauh dari toko / warung maka saya hanya membawa 2 pcs saja.
  4. Perlengkapan makan bayi dan bubur instan, bubur instan ini untuk keadaan darurat semisal di tempat tujuan bayi merasakan lapar namun tidak ada bahan makanan yang bisa di olah..
  5. Camilan / biskuit bayi
  6. Tisu basah dan sapu tangan
  7. Kantung plastik , kantung plastik ini bisa berfungsi sebagai tempat muntah atau sebagai wadah sampah diapers / baju kotor.
  8. Selendang / kain jarik, bagi saya ini berfungsi ganda, bisa menjadi gendongan dan juga bisa menjadi selimut sekaligus alas ganti untuk bayi.
  9. Perlengkapan mandi, saya biasanya bawa 1 sabun cair bayi yang juga bisa saya pakai
  10. Untuk obat obatan biasanya orangtua yang lebih tahu kebutuhan dan obat apa saja yang harus dibawa sesuai dengan kebutuhan anaknya, kalau saya biasanya tidak pernah absen untuk membawa minyak telon.
  11. Pakaian pribadi saya hanya bawa satu stel pakaian, selebihnya pinjam.

Jangan lupa berdoa selalu meminta perlindungan-NYA

Melakukan perjalanan bersama bayi apalagi untuk pertama kalinya memang mempunyai tantangan tersendiri apalagi bila kita menggunakan angkutan umum seperti bis antar kota, persiapan mental dan fisik sangat diperlukan, jika terjadi drama-drama kecil selama perjalanan , ya sudahlah ya nikmatin aja..hehe

Oh ya yang akan mudik melalui jalur darat ada baiknya packing benar benar di matangkan, apalagi bila membawa bayi, sebisa mungkin tas berisi keperluan bayi baik makanan, minuman, p3k atau diapernya bisa dijangkau dengan mudah.

Semoga bermanfaat dan terimakasih sudah membaca.

Sharing is caring!

4 komentar untuk “Bepergian Dengan Bayi 7 Bulan Menggunakan Bis Antar Kota, Surabaya – Malang – Surabaya

  1. Salut aku :).. Aku sendiri kalo traveling bawa bayi, itu aja hrs minta bantuan pak suami ato babysitter ikut. Ga yakin bisa kalo cuma berdua hahahaha.. Pernah ajak si kaka pas umur 10 bulan traveling ke sibolga, naik pesawat, itupun aku mau krn ada mama yg nemenin. Kalo cuma berdua thok, ngibarin bendera putih aja aku mba :p.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *