Balon Meletus Dalam Perut ( mamak melahirkan )

Sidoarjo, 10/06/2015

—-
“Aduh bu ini sepertinya kita mutar jauh, harusnya bisa cepat putar di sini, lha..heheh.. ini kok di tutup” kata supir taksi dengan tenangnya.

“yaa pak,  ga apa apa ” jawab saya pelan dan tangan saya terus meremas bungkusan plastik hitam isi popok dewasa, bibir hampir gak berhenti dzikir dan takbir. Perut sudah sangat sangat mulas, punggung rasanya kaku seperti kayu ,saya takut ketuban pecah di dalam taksi, terus kena denda, trus kacau semuanya, duh salah saya, kenapa ini popok dewasa  gak saya pakai dari awal masih di rumah, jadi paling tidak bisa sedikit tenang kalau kalau ketuban pecah lalu tumpah tanpa prediksi di dalam taksi.

Sebetulnya rasa mulas sudah mulai dirasa sejak subuh,pak suami bolak balik menawarkan berangkat ke RS namun saya masih menunda, karena saya tidak mau berlama lama di rumah sakit untuk menunggu pembukaan yang mungkin saja lama, khawatirnya hanya mulas mulas biasa, seperti cerita kawan yang dikira mulas akan melahirkan , ternyata sama sekali belum pembukaan, sehingga sampai RS hanya disuruh jalan jalan sambil menunggu pembukaan.

Jam 9 pagi barulah saya memutuskan harus kerumah sakit, karena sudah muncul bercak darah di celana dan mulas yang tak terkira. Saya naik taksi dan pak suami mengikuti dari belakang dengan sepeda motornya.

“biar ga ribet wira wiri nyari keperluan waktu di sana nanti, kamu naik taksi aku naik motor” katanya

Jalan raya saat itu lumayan padat, tapi untung nya tidak sampai macet gawat.  sesekali mata saya alihkan keluar jendela kaca, memastikan suami masih berkendara dengan sepeda motor nya. Tapi suami tak terlihat. Oh kemana dia.

1 jam sendirian dalam taksi menahan mulas melahirkan  dan pak suami hilang dari pandangan, di tengah ramainya jalan  dan mulas yang tak terkira, saya berucap dalam hati “jangan lahir di dalam taksi ya nak”.

“sudah sampai bu” supir taksi pelan mengurangi kecepatan rodanya, mengambil perhentian tepat di depan pintu rumah sakit, pintu taksi di buka seseorang, yang ternyata pak suami yang tadi menghilang dari pandangan, ternyata dia sudah tiba lebih dulu di RS.

Di tuntun pak suami, dengan jalan pelan dan tertatih saya masuk ruang bersalin segala sesuatu di periksa, ternyata bukaan masih dua. suster menyampaikan boleh pulang kalau ingin pulang.

Disitu saya mulai galau, tapi pak suami memutuskan.“tunggu lahiran di RS saja dari pada repot dan ribet lagian perjalanan ke sini jauh, kalau kena macet lagi gimana”

Sambil menunggu pak suami mengurus administrasi, saya hanya diam di dalam ruang bersalin menahan mulas yang semakin gila dan menjadi jadi setiap detik nya, hanya bisa meringkuk dan sesekali melirik jam yang lambat sekali berdetak, namun tiba tiba seperti sebuah balon meletup di dalam perut “BLOOOPSH!!” dan saya bingung apa yang terjadi , badan saya dudukan namun seperti ember berisi air penuh tumpah  tak terkendali di bawah selangkangan  “SOOOOR!!”.

Ketuban pecah tanpa perintah dan pembukaan berjam jam tidak ada kemajuan, saya pasrah.

Dokter menyarankan sebaiknya operasi, bisa lahiran normal tapi mungkin saja beresiko si anak akan keracunan ketuban yang sudah sangat kotor, apalagi pembukaan lagi lagi tak ada perubahan. Yah ternyata jalan kaki 1 km dan segala treatment untuk bisa mudah lahiran normal pupus sudah. suami dan Keluarga juga setuju untuk operasi, karena pertimbangan kesehatan si jabang bayi, dari pada resiko,  terjadi sesuatu di kemudian hari yang bisa menambah panjang urusan nanti, kasihan si bayi.

Beberapa suster dan dokter masuk, satu mengajak saya berbicara untuk menenangkan dan beberapa lagi memeriksa dan memasang alat sana sini. Bius lokal mulai menjalar dari kaki hingga bagian perut,  kain hijau penutup di bentangkan, lampu operasi di nyalakan, badan sudah tak bisa di gerakan, selang beberapa waktu mungkin tak sampai 30 menit tanpa ada rasa  terdengarlah suara tangis kecil si bayi.

“Alhamdullilah Ya Allah..sungguh besar kuasamu, saya sudah menjadi ibu, ada bayi keluar dalam perut ku” Emil kecil lalu di dekatkan ke dada saya, hanya sejenak lalu kemudian diangkat untuk di bersihkan.

“ayok pak di foto bayinya, moment ini “ ujar salah satu perawat

“gak usah sust” kata pak suami spontan yang pada saat itu mungkin hanya terpaku dan gak percaya ada bayi keluar dari dalam perut saya,  saya yang mendengar hal tersebut “lho!!..Ambill kameraaa, cepaat!” dan pak suami akhirnya mengeluarkan kamera hp nya. Di photo juga kamu nak.

Di ruang pemulihan saya belum sepenuhnya siuman,  badan masih mati rasa, tak bisa apa apa, lemah tak berdaya dan hanya berbaring menghadap jendela dengan langit taman yang semakin petang, di samping tempat tidur saya ada beberapa ibu ibu yang mungkin juga habis masuk ruang operasi sebelum saya, ah kita senasib bu. dan saya pun tertidur.

Ketika terbangun suami ada di samping saya sambil memegang bungkusan plastik bewarna hitam “itu apa?” tanya saya yang heran , “ kendi isi ari ari di kasih suster, ini aku mau pulang mau tanam ini ”, jadilah saya sendirian, nasib perantauan.

Oiya disini pak suami sempat cerita, bahwa dia hampir salah mengazankan bayi nya sendiri, karena menurut cerita pak suami, ada dua bayi saat itu di dalam box dan di mata nya semua bayi sama, diambilah yang terdekat dengannya dengan alasan bayi tersebut baru di letakan, mungkin baru keluar dari rahim saya dan untunglah ada suster yang memberitahu pak suami kalo bayi kami ada tanda lahir di salah satu bagian tubuhnya. ya..tuhan hampir saja menjadi bayi yang tertukar.

cukup lama saya tidak langsung dipertemukan dengan si bayi, Sempat khawatir Asi saya belum ada tanda tanda keluar, si bayi bagaimana? Di mana ? sampai saya bertemu dengan dokter spesialis anak. seingat saya si dokter dan suster tersebut memberi informasi dan kursus singkat memberikan asi.

Saat itu saya diberitahu bahwa kondisi bayi saya sehat “ibu, anaknya ada di ruang bayi dalam kondisi sehat, asi nya sudah keluar belum bu?”.

Sampai disini saya mulai takut asi saya tidak bisa keluar dan si bayi ga ada asupan, di tambah lagi mengingat fisik PD ( payudara ) saya biasa aja, gak besar dan montok dan termasuk jenis flat nipples.

Dengan suara rendah saya jawab “ belum suster “.

“ga apa apa bu nanti bayinya akan kami dekatkan terus biar bisa merangsang asi keluar” kata suster dengan tenang.

“trus sekarang anak saya ga ada asupan donk sust?” tanya saya lagi

“sambil menunggu Asi ibu keluar, bayi bisa bertahan 48 jam tanpa asupan  jadi terus di rangsang saja ya bu”

Dan jawaban suster tersebut membuat saya semakin semangat dan berpikiran positif  bahwa saya bisa  memberikan ASI.

Dibantu dokter, suster dan ibu penunggu pasien di sebelah tempat tidur saya, oh iya  ibu ini baik banget, telaten membantu saya membersihkan nipples  saya, katanya biar ASI keluar harus dibersihkan pakai air hangat, biar gak tersumbat lubang PD nya. akhirnya setelah 48 jam, asi saya keluar. Alhamdullilah..Ya Allah.

Lega dan bahagia bisa menyusui si kecil saat itu, begini toh jadi seorang ibu, tapi jangan salah di balik lega dan bahagia ada drama luar biasa setelah nya..

 

 

Sharing is caring!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *